Senin, 13 April 2020

Mengenang 1997: Tahun Termanis Di Hidupku (Bagian 15)

Seiring dengan makin percaya dirinya saya untuk menggunakan transportasi publik selain bis, saya juga mulai menjelajah tempat-tempat yang agak jauh dari kota dan terjangkau dengan kereta api. Perjalanan menjelejahi tempat-tempat baru ini memperluas pandangan saya tentang kota Perth. 


Saya tidak ingat kemana saya pertama kali naik kereta api setelah perjalanan ke rumahnya Ursula, tapi yang saya ingat setelah beberapa kali menggunakan kereta, saya sadar kalau cara terbaik untuk menjelajahi seluruh jaringan kereta api adalah menggunakan tiket “All Day” (versi Multirider nya juga tersedia). Harga karcis All Day adalah $2.50 dan bisa dipakai sepanjang hari sampai tengah malam. Sekali divalidasi, saya bisa pergi kemana saja dan kapan saya sebelum tengah malam, pakai segala jenis kendaraannya Transperth
Satu hal yang membuat saya heran tentang layanan kereta api di Perth adalah sepertinya semua kereta api yang ada di stasiun adalah KRL.


Ciri khas suasana peron stasiun Perth, seperti yang saya lihat di tahun 1997 silam.

Ini kontras dengan stasiun kereta api di Indonesia dimana kita masih bisa melihat banyak rangkaian kereta api yang ditarik lokomotif, di Perth saya kok tidak melihat itu. Kalaupun ada yang beda adalah kereta KRD yang berangkat setiap harinya dari peron yang terisolir di sebelah tenggara stasiun (belakangan saya tahu kalau itu KA “Australind” yang melayani rute Perth-Bunbury PP). Tapi ya tetap saja nggak ada kereta api yang ditarik lokomotif kelihatan disini.
Jawabannya datang kemudian sewaktu saya membaca beberapa buku tentang sejarah perkereta apian Australia Barat di toko buku. Rupanya layanan kereta api reguler yang ditarik lokomotif di stasiun Perth sudah lama hilang. Terakhir kalinya ada layanan seperti itu adalah di akhir 1980an, persis sebelum elektrifikasi jalur kereta api perkotaan di Perth.



Kereta api Australind model lama berangkat dari Perth tujuan Bunbury.


Bahkan sekarang kereta api barang dilarang lewat tengah kota Perth. Terakhir kali ada kereta api antar kota ditarik lokomotif adalah di tahun 1987 sewaktu KA Australind diganti dari rangkaian gerbong ditarik lokomotif menjadi KRD.



Rangkaian KRD Australind yang model jaman sekarang.

Kalaupun ada kereta penumpang yang beroperasi secara reguler ke kota Perth, itu adalah KA Indian Pacific yang menghubungkan Perth dengan Sydney dalam 3 hari perjalanan. KA itu sendiri datangnya di stasiun East Perth yang berjarak 1 kilometer dari pusat kota. Kadang-kadang ada kereta api tua buat wisata yang mampir ke stasiun Perth. Kereta api ini dioperasikan oleh Hotham Valley Railway.



Rangkaian kereta api wisata kuno yang dioperasikan oleh Hotham Valley Tourist Railway.

Satu hal yang menjebak buat yang pertama kali menggunakan KA komuter Transperth adalah pintunya hanya baru terbuka kalau tombol di sebelahnya ditekan. Sewaktu pertama kali naik kereta, pintunya membuka sendiri seperti yang saya lihat di MRT Singapore. Saya pikir di Perth sama saja, sampai suatu hari saya hampir ketinggalan kereta gara-gara pintunya tidak terbuka saat saya mau naik kereta! Saya sempat panik, sampai seseorang membantu membukakan pintu buat saya dan mengajari saya bagaimana menggunakan tombol membuka pintu kereta.



Pintu kereta komuter Transperth. Tombol membuka pintu adalah tombol memanjang di kedua sisi pintu. Kalau ditekan, atau dibuka masinis (biasanya di stasiun besar), tombolnya akan menyala.

Katanya fitur ini untuk keamanan. Ini juga berlaku kalau kita mau turun dari kereta. Seberapa efektif fungsi ini untuk meningkatkan keamanan dan keselamatan masih jadi pertanyaan buat saya hingga sekarang. Untuk orang yang baru pertama kali ke Perth, fitur ini bisa jadi jebakan.
Di tahun 1997 ada 4 jalur kereta api komuter Transperth: Fremantle, Midland, Armadale, dan Joondalup. Jalur Fremantle terhubung dengan Midland, dan begitu juga jalur Armadale terhubung dengan Joondalup. Jadi kalau kita naik kereta dari Fremantle mau ke Midland, kita nggak usah turun dari kereta, begitu juga mereka yang dari Joondalup mau ke Armadale. Saya akan menjelaskan lebih jauh tentang masing-masing layanan dibawah, tidak secara mendetail tapi berdasarkan pengamatan saya.




Peta jaringan KA komuter Transperth di tahun 1997. Peta ini saya ambil dari buku panduan wisata kota Perth edisi Agustus 1997.
 
Jalur Armadale adalah yang terpanjang. Jalur ini menghubungkan Perth dengan kota kecil bernama Armadale yang terletak 30 kilometer di sebelah tenggara pusat kota Perth. Tentunya jalur ini punya stasiun perhentian paling banyak. Tapi disini juga ada beberapa petak antar stasiun terpanjang di jaringan Transperth, dan ini memberikan sensasi seperti perjalanan antar kota.
Apalagi jalur ini melewati daerah-daerah yang masih bernuansa pedesaan.  Jalur ini juga melintas diatas beberapa jalur kereta api barang yang melingkari kota Perth. Saat mendekati Armadale, pemandangannya sangat bernuansa pedesaan. Tapi begitu menjelang masuk stasiun, mulai kelihatan urban lagi.
Stasiun Armadale sebenarnya bukanlah stasiun terminus. Walaupun layanan KA perkotaan habis disini, jalur kereta apinya masih terus hingga ke selatan sampai Bunbury. Bahkan KA Australind sendiri (satu-satunya KA antar kota yang berangkat dari stasiun Perth) berhenti disini. 
Beberapa stasiun KA di jalur ini juga merangkap sebagai terminal bis kota. Jadi buat penumpang KA yang mau nyambung naik bis (atau sebaliknya) sangat mudah sekali pindah kendaraan karena peron kereta apinya persis di sebelah halte bis.


KRL Komuter Transperth tujuan Armadale.

Jalur berikutnya adalah jalur yang persis di terusannya jalur Armadale: jalur Joondalup. Jalur ini masih lumayan baru, dibangun di awal tahun 1990an untuk melayani daerah-daerah perumahan baru di utara Perth. Satu fitur unik dari jalur ini, yang belum pernah saya lihat sebelumnya, adalah fakta kalau dia memanfaatkan ruang di tengah jalan bebas hambatan! Jalurnya terletak di jalur hijau di tengah Mitchell Freeway. Pemandangan di jalur ini sebenarnya cukup membosankan karena kita tidak bisa melihat apa-apa di seberang jalan bebas hambatan karena tertutup pematang. Terus mayoritas stasiun di jalur ini adalah stasiun “interchange” yaitu juga merangkap sebagai terminal bis kota.



Jalur KA tujuan Joondalup yang menggunakan ruang di tengah jalan bebas hambatan.

Walaupun dinamakan jalur “Joondalup” kenyataannya jalur ini habisnya bukan di situ, melainkan di daerah Currambine. Stasiun Currambine ini terletak di tengah daerah perumahan yang sangat modern, yang kelihatan kontras banget dengan yang di daerah North Perth. Selama masa tinggal saya di Perth tahun 1997, saya cuman sekali saja naik KA di jalur ini. Itupun cuma karena iseng.



Stasiun Currambine yang asli seperti yang terlihat di tahun 1997. Stasiun ini dibongkar tahun 2004 silam, dan digantikan stasiun baru yang terletak beberapa meter di sebelah kiri gambar.

Jalur berikutnya adalah jalur Midland (bukan jalur dengan nama serupa di Inggris). Jalur ini menjangkau daerah di sebelah timur Perth hingga ke kota kecil bernama Midland. Jalur ini mungkin adalah jalur kereta komuter terpendek di Perth. Dua stasiun di jalur ini, Mount Lawley dan East Perth, terletak cukup dekat dengan kampus saya.



KRL Transperth persiapan masuk stasiun (halte) Mount Lawley.

Waktu pertama lewat sini, saya awalnya tidak melihat yang aneh dengan jalur ini. Rasanya ya seperti jalur kereta api komuter lainnya. Tapi waktu lihat relnya, saya kaget, ada 3 batang rel!



Jalur KA "dual gauge" di jalur ke Midland. Perhatikan batangan relnya yang ada 3.

Rupanya jalur disini itu “dual gauge” atau punya 2 ukuran lebar rel. Tadinya saya heran kok dibuat begini? Rupanya alasannya adalah karena jalur kereta api lintas benua punya ukuran rel lebih lebar dari yang dipakai untuk kereta dalam kota di Perth atau negara bagian Australia Barat pada umumnya. Jalur rel lebar ini dipakai untuk KA lintas benua Indian Pacific dan KA tujuan Kalgoorlie bernama Prospector.



KRD Prospector berhenti di stasiun Midland. Peron ini baru dibangun tahun 2000. Dulu peron jalur lebar terletak di kejauhan.

Yang istimewa tentunya KA Indian Pacific yang diiklankan sebagai “Satu-satunya kereta api di dunia yang melayani rute dari Timur ke Barat benua”. KA ini berjalan lewat jalur ini, dan di Perth dia berhenti di stasiun East Perth yang memang peronnya cukup panjang. Sayangnya selama saya tinggal di Perth tahun 1997 saya tidak pernah lihat KA ini.



Kereta api Indian Pacific berangkat dari East Perth dan akan melintas di stasiun (halte) Mount Lawley. Tampak KRL berjalan di rel sebelahnya.


Stasiun Midland sendiri terletak di daerah urban yang bernuansa klasik. Di seberangnya ada pelataran jalur kereta api dengan dua ukuran rel. Di seberangnya ada kompleks bengkel kereta api. KA perkotaan dari Perth berakhir di sini. Sementara KA yang jalur rel lebar berjalan terus hingga jauh ke barat. Saya kalau kesini sering mikir: kapan saya bisa naik kereta api ke barat sana?



Kereta api Indian Pacific bertolak ke arah timur. sisa peron dan bangunan stasiun Midland lama bisa dilihat di latar depan, sementara perbukitan Darling Range tampak di kejauhan.

Jalur kereta api terakhir, yang juga merupakan favorit saya, adalah jalur Fremantle. Jalur ini menghubungkan kota Perth dengan pelabuhan Fremantle. Beda dengan jalur lainnya yang menghubungkan pusat kota Perth dengan daerah perumahan atau kota satelit yang kecil, Fremantle sendiri merupakan kota besar yang ramai dengan turis. Jalur ini juga melewati beberapa tempat terkenal seperti stadion Subiaco Oval, pantai Cottesloe, arena pameran Claremont Showground, dan tentunya Fremantle itu sendiri. Jalur ini ramai sekali kalau akhir minggu dan/atau ada pertandingan sepak bola (Aussie Rules, bukan model Inggris yang popular di Indonesia dan mancanegara) serta kalau ada kapal induk Amerika merapat di pelabuhan Fremantle.



Bagian muka stasiun Fremantle, lengkap dengan terminal bis kota di depannya.

Kota Fremantle sendiri adalah tempat yang menyenangkan untuk dikunjungi. Tempatnya sangat hidup dan merah terutama di akhir minggu, dan saya suka sekali kesini kalau liburan. Walaupun saya sudah kesini waktu di hari-hari pertama setelah datang, berkunjung kesini sendirian memberikan saya kebebasan untuk mengeksplorasi Fremantle.
Saya suka mampir ke pasar Fremantle untuk membeli cemilan atau permen yang biasanya tidak ada di supermarket biasa. Atau main-main di lapangan Esplanade yang dilingkari jalur kereta api.
Satu makanan khas yang sering saya beli di Fremantle (atau “Freo” kalau disebut orang local) adalah Fish and Chips. Makanan ini adalah ikan yang digoreng (biasanya sejenis kakap) dengan tepung dan disajikan dengan kentang goreng dan saus.



Seporsi Fish & Chips.

Makanan ini aslinya berasal dari Inggris, tapi sangat populer di Australia. Walaupun banyak restoran yang menjual makanan ini, ada satu restoran di Fremantle yang terkenal dengan Fish and Chips nya: Cicerello’s. Waktu itu tempatnya hanya restoran kecil sederhana yang mirip restoran makanan cepat saji, dan makanannya disajikan di dalam bungkusan kertas. 



Restoran Cicerello's di tahun 1984. Di tahun 1997 bangunannya masih seperti ini hanya temboknya didominasi warna biru.

Ada banyak menu yang disajikan disini selain Fish and Chips, dan semuanya adalah menu seafood yang digoreng dengan tepung). Saya ingat waktu pertama kesini, saya pesan “seafood platter” yang mirip Fish and Chips tapi ada tambahan cumi-cumi dan udangnya. Hal yang membuat saya kaget waktu menerima makanan saya adalah ukurannya yang gede banget! Mungkin cukup buat 2 orang di Indonesia.



Contoh seporsi "Seafood Platter".

Makanan ini biasanya dimakan dengan saus tomat atau sambal sachetan. Selain itu dia juga dimakan pakai saus mayonnaise, atau saus turunannya yang baru pertama kali itu saya lihat: saus tartar. Saus tartar ini adalah saus mayonnaise yang ditambahi potongan acar timun muda.
Semua saus ditaruh di dalam kemasan sachet plastic yang desainnya aneh. Dia terdiri dari dua wadah kecil yang disambung oleh satu tutup. Untuk mengeluarkan sausnya, kita harus menggencet kedua wadah satu sama lain hingga sausnya keluar dari lubang di tengah. Praktis sekali, dan nggak usah memotong atau menggigit wadah!

Contoh wadah saus di Australia seperti yang saya jelaskan diatas. 

Restoran Cicerello’s  adalah restoran Fish & Chips facorit saya di Perth waktu itu. Mereka menjual makanan dalam porsi besar dengan harga yang terjangkau. Lokasinya yang mudah dijangkau, dikombinasikan dengan pemandangan tepi laut membuat restoran ini populer sekali.
Beberapa waktu kemudian, restoran yang lama dibongkar dan Cicerello’s kemudian naik pangkat jadi restoran kelas atas yang masih menyajikan menu yang sama ditambah dengan menu-menu baru yang lebih eksklusif dengan penyajian yang mewah. Sampai sekarang restorannya masih tetap populer, walaupun menyasar pangsa pasar kelas atas.



Restoran Cicerello's di jaman sekarang.

Satu lagi jenis tempat yang suka saya kunjungi kalau jalan-jalan di akhir minggu adalah toko buku. Saya mengagumi banyaknya variasi buku yang mereka jual, yang kontras dengan toko-toko buku di Indonesia. Waktu itu saya adalah penggemar penerbangan yang haus akan segalam macam informasi penerbangan. Di jaman dimana Google belum ada dan Yahoo masih tidak secanggih sekarang, cara terbaik untuk mencari informasi adalah melalui media cetak.
Ada dua toko buku besar di kota Perth yang sering saya kunjungi: Dymocks dan Angus and Robertson. Keduanya berlokasi di area pejalan kaki Hay Street.



Toko buku Dymocks di Hay Street.

Saya sangat terpesona dengan banyaknya koleksi buku mereka. Mereka punya apapun yang saya cari, dan bahkan lebih!



Interior toko buku Dymocs di Hay Street.

Selain itu karyawan toko bukunya ramah-ramah dan sangat membantu. Kalau kita bingung, mereka akan langsung mengambil inisiatif untuk menanyai kita dan mengarahkan kita ke buku yang kita cari.



Karyawan toko buku Dymocks diantara rak-rak bukunya.

Di toko-toko buku ini biasanya mereka memainkan lagu-lagu klasik atau smooth jazz yang dimainkan dengan nada rendah agar membuat pengunjung betah mampir dan membaca buku. Ini kontras dengan toko-toko buku di Indonesia, dimana selain koleksinya tidak lengkap dan penjaganya pasif, music yang dimainkan seringkali berisik dan tidak enak seperti lagu-lagu rock atau bahkan dangdut!
Saya juga cukup puas karena kepenasaran saya waktu itu tentang kapal induk Inggris di era sebelum 1980an akhirnya terjawab juga karena saya akhirnya ketemu buku yang lumayan lengkap mengulas tentang kapal induk mereka dari masa ke masa (hingga tahun 1997).


Rupanya kapal induk mereka dulu mirip kapalnya Amerika, hanya lebih kecil. 



Kapal induk HMS Ark Royal berlayar di tahun 1970an. Tampak ada pesawat tempur F-4 Phantom di deknya.

Satu lagi buku penerbangan yang sering saya baca (dan kemudian dibeli) adalah buku berjudul “Air Disaster" yang berisi kumpulan artikel investigasi kecelakaan penerbangan, ditulis oleh seorang pakar penerbangan Australia: MacArthur Job. Isisnya cukup detail dan lengkap, tapi disajikan dengan cara yang mudah dipahami buat mereka yang pemahaman dunia penerbangannya tidak mendalam.


Selain buku penerbangan, dan berkat kebebasan di Australia, saya juga sering baca buku- buku pendidikan sex yang dijual di rak atas. Isinya eksplisit karena menggunakan foto model asli yang telanjang bulat (beberapa diantaranya memang asli sexy), bukan gambar ilustrasi, dan memperagakan adegan sex.
Saya jadi teringat dulu waktu sekolah di Indonesia terkadang beberapa kawan yang nakal suka membawa buku pendidikan sex yang gambarnya hanya ilustrasi animasi yang tidak jelas. Kalau di Australia gambarnya asli jelas dan sejujurnya cukup merangsang. Buku seperti ini nggak akan dijual resmi di Indonesia. Kalaupun ada, mungkin dijual dengan dibungkus rapat, dan pembeli tidak akan tahu isinya sampai membeli mereka! Sayangnya saya tidak pernah membeli buku jenis ini.


Selain mampir ke toko buku, saya juga suka mampir ke toko hobby. Bisa dibilang Australia adalah negara yang ramah penggemar hobby. Apapun hobbymu, pasti ada tokonya. Mau hobby pesawat, kereta api, kuliner, berkebun, dan bahkan sex ada tokonya semua!
Dan toko hobby mainan menjual barang apapun yang buat mereka yang di Surabaya cuma bisa diimpikan, seperti berbagai jenis miniature kereta api, mainan rakitan pesawat, mainan remote control yang mahal seperti kapal, mobil, pesawat, dan banyak lagi! 



Interior sebuah toko hobby di Australia.

Ada 4 toko hobby yang biasanya saya sambangi: Perth Hobby Centre di Murray Street, Valhalla Hobby Shop di Wellington Street (persis di seberang jalan dari stasiun Perth), satu toko hobby yang saya lupa namanya di Piccadilly Arcade, dan Stanbridge Hobby Shop di dekat stasiun Mount Lawley. Belakangan semua toko itu entah sudah pindah atau tutup sama sekali. Sebagai gantinya sekarang lebih banyak lagi toko hobby baru di Perth.
Dulu sebelum berangkat ke Australia, saya sering melihat di internet mainan kit pesawat Avro Vulcan dan XB-70 Valkyrie skala 1:72 yang ukurannya besar sekali. Yang Vulcan dibuat oleh Airfix, sementara XB-70 oleh AMT Model.
Saya akhirnya menemui kedua model ini sewaktu saya mampir ke toko hobby Stanbridge di Mount Lawley. Karena dekat kampus, suatu hari setelah selesai pelajaran saya jalan ke toko ini. Sewaktu masuk, saya disambut oleh pemandangan koleksi yang banyak sekali. Dan di bagian kit pesawat, saya akhirnya menemui kedua model ini. 



Kit rakitan pesawat model Avro Vulcan skala 1:72 buatan Airfix. Di tahun 1990an, box nya didominasi warna putih.

Saya sangat terpukau dengan ukuran mereka. Ukurannya besar banget. Bahkan kotaknya XB-70 Valkyrie ukurannya ada sekitaran 1 meter, sementara yang Vulcan juga hampir mirip.



Kit rakitan pesawat XB-70 Valkyrie skala 1:72 buatan AMT Models.

Walaupun saya senang sekali bisa ketemu mereka, saya akhirnya memilih untuk tidak membeli mereka. Waktu itu minat saya di hobby merakit pesawat sudah menurun drastis, apalagi karena pengalaman saya sebelumnya yang kelabakan merakit pesawat yang lebih kecil. Merakit model sebesar itu pasti bakal repot sekali. Selain itu ukuran box mereka yang besar sekali bakal jadi masalah kalau dibawa ke Indonesia. Saya tidak pernah menyesali keputusan saya untuk tidak membeli mereka.
Sebagi gantinya saya membeli buku tentang pesawat pembom XB-70.


Barang lain yang membuat saya tertarik adalah miniatur kereta api. Model miniatur ini dibuat dengan detail dan presisi yang tinggi. Dulu waktu saya masih balita, saya kira mereka adalah mainan. Saya pernah memainkan satu hingga membuatnya rusak. Sewaktu saya menemui kereta model lagi setelah besar, saya terkejut dengan harganya yang selangit. Semuanya dihargai diatas 100 dollar! Dan itu Cuma buat satu lokomotif, belum termasuk gerbong-gerbongnya, rel, pengontrol, dan aksesori pendukung lainnya!



Rak kaca yang berisi koleksi kereta api model yang dijual di sebuah toko hobby di Australia.

Yang buatan Eropa lebih mahal lagi! Ternyata model kereta api bukanlah mainan, walaupun penampilan mereka imut dan menggemaskan. Biarpun sempat takut melihat harganya, pemandangan model kereta api di rak toko hobby bagaikan surga buat saya.



Bagi penggemar kereta api model Indonesia, rak penuh kereta ini tidak ubahnya seperti pemandangan surgawi.


Walaupun saya sempat takut lihat harganya, beberapa tahun kemudian saya akhirnya membeli satu set kereta api model saya yang pertama yang kemudian mendorong saya untuk mendalami hobby unik ini.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar