Setelah menemani saya sejak datang dari Indonesia, kini
saatnya bapak dan kakak saya kembali ke Indonesia. Saya berpisah dengan mereka
di depan hotel Pacific Motel sebelum mereka pulang kembali ke Indonesia naik
penerbangan Garuda hari Selasa pagi dari Perth ke Denpasar. Saya tidak ikut
menemani mereka ke airport karena kelas pertama saya dimulai hari ini.
Biasanya waktu kecil kalau saya ditinggal sendirian oleh
orang tua di sekolahan, saya suka cengeng. Tapi entah kenapa kok hari itu saya
merasa tenang-tenang saja. Mungkin karena saya tahu saya akan bersama dengan
orang-orang yang membuat hari saya menyenangkan.
Begitu mereka pergi, saya langsung menuju ke kampus dimana
hasil ujian kemarin diumumkan. Para mahasiswa baru diminta untuk berkumpul di
kelas yang sama dengan tempat ujian kemarin. Di kelas, guru yang sama juga
mengumumkan hasil ujian kemarin. Beliau mengumumkan nama-nama semua mahasiswa
beserta kelas yang akan mereka masuki.
Foto close up bangunan kelas di kampus. Lantai dasar untuk toilet dan beberapa kantor administrasi. Lantai kedua untuk program Foundation, sementara kelas saya di lantai teratas.
Sewaktu giliran saya tiba, beliau mengumumkan kalau saya
masuk kelas intermediate atas. Di kelas ini saya ditemani oleh Sung Ho, Nami*
dan Namu* serta beberapa anak yang saya benar-benar tidak ingat namanya.
Sementara Ake dari Thailand masuk ke kelas intermediate bawah. Ada satu anak
yang harus masuk kelas dasar, tapi nggak satupun yang langsung masuk kelas
atas. Selesai pengumuman, kami langsung menuju ke kelas kami masing-masing.
Begitu masuk ke kelas saya yang berada di bagian teratas
gedung kampus, saya disambut oleh guru bernama Ursula Mahoney. Beliau adalah
salah satu pengajar senior disini, dengan pengalaman mengajar bahasa Inggris
dan traveling. Beliau berbicara dengan aksen tidak lazim yang kedengaran beda
dengan aksen Inggris atau bahkan Australia. Belakangan saya tahu kalau beliau
aslinya orang Jerman dan baru pindah ke Australia saat menikahi suaminya yang
berasal dari Adelaide. Nama asli beliau adalah Ursula Meckert, dan menjadi
yang sekarang setelah menikah.
Walaupun hari itu adalah hari pertama saya di kelas, sebenarnya
ada beberapa pelajar lain yang sudah bergabung duluan sejak beberapa bulan
sebelum saya datang. Semuanya anak Jepang dan Korea Selatan. Mereka mengambil
kursus bahasa Inggris dengan berbagai macam tujuan, dan tidak semuanya untuk
meneruskan kuliah di Australia. Ada yang dikirim kantor mereka untuk
meningkatkan kemampuan bahasa Inggrisnya, ada yang untuk mengisi liburan
panjang mereka, ada juga yang buat persiapan kerja di Australia, dan bahkan ada
juga yang mengambil kursus ini untuk berimigrasi ke Australia.
Program perkuliahan disini aslinya punya jadwal semester
yang tetap, tapi bukan bukan berarti mahasiswa harus mengikutinya dari awal
hingga akhir. Mereka bisa gabung pas pertengahan, dan/atau lulus sebelum
semester berakhir, namun tetap bisa mendapatkan sertifikat resmi.
Walaupun suasana kelasnya persis dengan di kursus bahasa
Inggris di ILP Surabaya, saya menemui bahwa sebenarnya yang disini lebih mudah.
Untuk lulus tingkatan cukup mudah. Beberapa materi kuliah sangat mirip dengan
yang saya pelajari di ILP dulu. Bahkan, selama masa kuliah saya disini, saya
tidak pernah mempelajari materi kuliah kalau dirumah. Saya tinggal
santai-santai saja, tapi ya tetap bisa lulus ujian. Saya benar-benar jadi manja, dan masih tetap bisa mengikuti mata kuliah. Ini bukan karena saya sudah
menguasai materi, tapi karena mereka mudah dipelajari.
Tapi satu perbedaan mencolok antara kursus di ILP Surabaya
dengan yang disini adalah: saya berada di lingkungan masyarakat yang bahasa
utamanya Inggris, dan persis di kampung halamannya para guru-gurunya. Saya
benar-benar di negara MEREKA, bukan negeri saya. Berarti, tidak seperti di Surabaya
dimana pulang dari kursus saya ngobrol dengan bahasa saya, disini saya harus
berbicara pakai bahasa Inggris dimanapun. Baik di kelas, di lingkungan kampus,
di masyarakat, dan bahkan di rumah!
Bagi saya ini adalah kesempatan bagus untuk meningkatkan
kemampuan bahasa Inggris saya. Saya mendapatkan pengalaman langsung
mempraktekan bahasa Inggris setiap harinya. Hal ini juga dibantu dengan fakta
bahwa di hari-hari pertama saya kuliah saya sama sekali tidak ketemu mahasiswa
Indonesia. Bahkan saya tidak tertarik untuk mencari, karena saya bersemangat
untuk meninggalkan zona nyaman saya dan belajar dunia yang baru.
Dan ternyata salah satu cara ampuh untuk cepat fasih bahasa
Inggris adalah berusaha mengungkapkan perasaan dalam bahasa Inggris. Saat kita emosi, kita jadi lebih bersemangat
untuk buka-buka kamus untuk mencari istilah yang pas buat mengungkapkan
perasaan kita. Apalagi kalau saya butuh bantuan, otomatis yang pertama-tama
saya temui ya orang-orang Australia juga. Untungnya mereka umumnya sangat
bersahabat dan membantu. Selain itu mereka juga tidak akan mentertawakan kita kalau
bahasa Inggris kita belepotan. Otomatis saya jadi makin percaya diri untuk
mempraktekan bahasa Inggris saya.
Dulu saya sering buka 2 kamus: Kamus Oxford dan kamus bahasa Inggris-Indonesia/Indonesia-Inggris. Sekarang mungkin cuma tinggal buka Google Translator ya?
Makan siang juga merupakan kesempatan yang bagus, tidak
hanya untuk mengenali menu, tapi juga untuk bersosialisasi dengan kawan-kawan
sekelas lebih mendalam.
Di masa-masa pertama kuliah, saya kalau makan siang di
kantin biasanya semeja dengan Sung Ho Park, Petchmanee Ake, dan anak-anak
Jepang. Kami biasanya berkomunikasi satu sama lain pakai bahasa Inggris yang
masih model pemula. Kami sering bertukar cerita satu sama lain. Dan saya sadar
kalau ternyata tak satupun dari mereka berniat untuk meneruskan kuliah di
Australia usai program disini. Ake adalah pegawai biro iklan yang datang kesini
untuk memperlancar bahasa Inggrisnya, Sung Ho adalah mahasiswa di sebuah
universitas di Korea yang tengah mengambil cuti kuliah, dan anak-anak Jepang
kursus disini untuk mengisi libur panjang mereka.
Selain dengan mereka, saat makan siang saya juga sering
ngobrol akrab dengan pegawai kantin yang perempuan keturunan Jepang bernama
Keiko*. Keiko* sudah lama sekali tinggal di Australia. Dia aslinya orang
Jepang, tapi sudah tinggal lama sekali di Australia. Saking lamanya bahasa
Inggrisnya tidak hanya bagus, tapi juga menggunakan logat Australia yang
lumayan kental.
Di kantin kampus kalau saat makan siang banyak menu yang
disajikan disini. Saya sering melihat di counter ada nasi goreng, lauk pauk
makanan Asia dan Eropa. Ada kue-kue seperti Meat Pie, brownies, dan lain-lain.
Beberapa staff tahu kalau saya Muslim dan mereka sering memberi tahu menu mana
saja yang mengandung babi.
Menu minumannya juga bervariasi, dan saya juga menemui
banyak minuman yang belum pernah saya jumpai sebelumnya di Indonesia. Biasanya saya
suka beli susu cair di kulkas. Tapi tidak seperti di Indonesia yang rasanya cuma
itu-itu saja, disini ada beberapa rasa yang belum pernah saya jumpai sebelumnya
seperti Dark Chocolate, French Vanilla, Mint, Cappuccino, Hazelnut, dan
lain-lain. Mereka juga menjual minuman seperti just buah dan air mineral.
Contoh rasa susu yang tidak ada di Indonesia.
Tapi kalau mau minum air putih, disini kita bisa minum
langsung dari keran! Bahkan di beberapa pojok kampus ada banyak keran air minum
yang disediakan. Di Australia air keran itu umumnya bisa diminum, sementara di Indonesia nggak bakalan bisa begini tanpa resiko kena
sakit perut.
Setiap Jumat, jadwal kelasnya lebih santai. Waktu
perkuliahan di kelas cenderung lebih pendek. Dan biasanya sekitar jam 10, guru
di kelas akan mengajak kita untuk ngopi di The Queens Pub yang berlokasi di
sebelah kampus. Pub ini adalah tempat ngumpul yang terkenal di sekitaran sini.
Mereka menjual banyak minuman dan makanan seperti beer, minuman, keras, kopi,
susu, dan makanan berat maupun ringat. Favorit saya biasanya Iced Chocolate,
minuman yang terbuat dari coklat ditambah gula dan es, terus diatasnya
dikasih topping whipped cream atau bahkan es krim. Enak banget!
Acara nongrkong disini bukan sekedar cuma minum, tapi juga
biar kita lebih akrab dengan guru dan kawan sekelas.
The Queens Pub yang lokasinya persis di sebelah kampus. Ini tempat nongkrong favorit para mahasiswa kalau hari Jumat.
Biasanya habis makan siang, akan ada kelas “elective” dimana
pelajar bisa memilih macam-macam kelas dengan mata pelajaran beda-beda.
Biasanya yang dipelajari adalah tentang budaya atau bahasa lain. Kelas ini
tidak wajib. Dan sejujurnya saya tak pernah ikut karena biasanya saya pulang
awal agar bisa Sholat Jumat di masjid di Perth.
Pemandangan halaman kampus St. Mark's International College di bulan Agustus 1997. Foto ini jelas diambil di sore hari setelah jam pelajaran selesai karena hanya ada segelintir anak yang masih berada di kampus. Seingat saya, foto ini saya ambil setelah selesai nongkrong di kantin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar