Minggu, 22 Maret 2020

Mengenang 1997: Tahun Termanis Di Hidupku (Bagian 3)


Dan akhirnya masa kelulusan tiba! Kami semua lulus ujian EBTANAS dengan hasil yang bervariasi. Tapi pada akhirnya kami semua senang karena hari-hari sekolah kami akhirnya selesai, dan kamipun bebas tidak terbebani lagi.



Salah satu tradisi terkenal saat kelulusan yang terkenal adalah ritual mencoret-coreti seragam sekolah kami dengan graffiti (biasanya dengan pesan-pesan dan tanda tangan kawan sekolahan), yang kemudian dilanjutkan dengan konvoi keliling kota.  Tapi di sekolah kami acara itu tidak ada karena saat pengumuman kelulusan pihak sekolah meminta kami datang dengan pakaian bebas yang rapi agar tidak ada kegiatan corat-coret seragam.



Konvoi anak SMA yang lulus di tahun 1997 tampak mengendara ugal-ugalan di pertigaan jalan Kayoon dan jalan Pemuda Surabaya.

Namun ada juga yang nakal dengan membawa seragam sekolah di tas mereka, dan setelah keluar kelas mereka mengganti baju bebas mereka dengan seragam sekolah dan mencorat-coretnya sebelum berkonvoi naik motor keliling kota lalu ngegas-ngegas, main klakson, sambil teriak-teriak nggak jelas.


Konvoi anak-anak sekolah di jalan Gubeng Pojok saat akan berbelok ke jalan Pemuda. Sekarang di pertemuan jalan ini ada lampu lalu lintasnya.

Tapi saya dan kawan baik saya, Steve Hendramurti, tidak ikut-ikutan mencorat-coret atau menyobek seragam SMA kita dan lebih memilih untuk naik motor dan nyelonong nebeng dengan konvoi anak-anak sekolahan lainnya.



Saya (kanan) dan kawan saya, Steve Hendramurti (kiri) saat berpose di depan papan nama SMA Negeri 4 Surabaya setelah pengumuman kelulusan di tahun 1997 silam. Papan nama ini dibongkar beberapa tahun kemudian saat pintu masuk SMA 4 digeser ke barat, dan hall di belakangnya jadi Pusat Bahasa Mandarin Universitas Negeri Surabaya.

Saya waktu itu juga banyak memotreti kegiatan anak-anak yang konvoi. Waktu itu budaya foto-foto belum sepopuler sekarang. Jaman sekarang kalau mau foto-foto kenangan gampang sekali karena bisa tinggal pakai smartphone. Tahun 1997 belum ada smartphone, handphone masih merupakan barang mewah dan itupun tidak ada kameranya.
Sementara kalau mau foto-foto seperti saya harus pakai kamera film yang agak mahal.  Kamera saya fisiknya lumayan besar. Waktu itu saya pakai kamera SLR Canon AT-1 yang bobotnya hampir sekilo. Kemudian hasilnya baru bisa dilihat beberapa hari kemudian setelah proses cuci cetak. Dan membawa kamera seberat itu sambil foto-foto dari atas sadel penumpang Honda Tiger yang meliuk-liuk di jalanan merupakan tantangan tersendiri. 


 Tampak beberapa anak SMA 4 Surabaya berkonvoi di jalan Pemuda. Area yang ditutup seng di tepi jalan sekarang jadi apartemen Trillium. Yang bersepeda motor di kiri pakai jaket hitam adalah kawan saya Andika Anugerah, sementara yang di tengah naik motor RX King adalah Jusuf.

Walaupun konvoi pelajar SMA yang baru lulus cukup banyak sekali dan cenderung liar, untungnya nggak sampai terjadi kerusuhan.


Kumpulan anak-anak SMA kompleks di dekat pertemuan jalan Wijaya Kusuma dan jalan Jimerto.


Anak-anak SMA yang baru lulus dengan seragam dicoret-coret berkumpul di depan SMA Negeri 2 Surabaya. Perhatikan telepon umum yang masih operasional. Di tahun 1997 masih banyak yang menggunakan telepon umum karena telepon seluler belum merakyat seperti sekarang.

Kalau tidak salah, besoknya kita kembali lagi ke sekolah untuk mengambil hasil ujian dan sertifikat kelulusan. Sekali lagi, untuk menghindari vandalisme kami harus memakai pakai bebas. Kami mengucapkan selamat kelulusan ke kawan-kawan, dan kemudian menerima sertifikat dari guru kami sebelum berpisah dengan mereka.



Berkumpul bersama di sekolah SMA 4 Surabaya saat pengambilan raport dan sertifikat kelulusan. Dari kiri ke kanan yang diatas: (tidak kenal), (tidak ingat), Dadang Eko, Steve Hendramurti, Teguh Priyono, Connery Satrya Dharmawan. Yang duduk di bawah: Trihasto Adi Tandono dan Wahyudi.

Pesta kelulusan besar diadakan di kampus Universitas Tujuh Belas Agustus atau lebih dikenal dengan singkatan UNTAG. Kali ini kami semua memakai seragam SMA kami.
Semua pelajar berkumpul di halaman kampus UNTAG. Suasananya waktu itu ramai, meriah, dan penuh kebahagiaan. Kami semua senang dan gembira karena bisa berkumpul dengan kawan-kawan, dan sudah nggak kepikiran urusan beban akademis lagi. Kami kemudian masuk ke balai pertemuannya. Saya tidak ingat apa saja acaranya waktu itu, apa waktu itu kami mendengar pidato, atau melihat konser atau drama lawakan, sejujurnya saya tak ingat sama sekali.
Tapi momen yang ditunggu-tunggu anak-anak akhirnya tiba: akhirnya kami bisa mencorat-coreti sergam kami semua. Beberapa siswi yang nakal bahkan mengijinkan teman-teman cowoknya menanda tangani roknya pas di bagian pantat!
Benar-benar acara yang menyenangkan sekali dan itu adalah momen langka dimana saya bertindak nakal, karena sewaktu sekolah saya biasanya terkenal sebagai “anak alim”. Saya bahkan sampai sekarang masih menyimpan seragam sekolah terakhir yang dicorat-coreti kawan-kawan ini.
Setelah acaranya selesai, kamipun saling mengucapkan perpisahan antara satu dengan yang lain, pulang ke rumah, dan mulai menapaki hidup kami masing-masing.  Walaupun beberapa anak masih bisa bertemu dengan mantan kawan-kawan SMA mereka , atau bahkan kuliah di kampus yang sama, bagi sebagian besar dari kami itulah terakhir kalinya kita bisa bertemu dan berkumpul bersama sebelum reuni sekolahan beberapa dekade kemudian. Masih banyak juga yang hingga sekarang belum ditemui, atau mungkin sudah tidak ada....


Anak-anak dan wali kelas kelas 3 IPS 3 sekolah SMA Neger 4 Surabaya. Saya jongkok di kanan bawah gambar.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar