Setelah tidur semalam, kami bangun di hari Sabtu pagi yang
cerah ceria. Hawa semalam dingin banget buat saya, dan sejujurnya saya tidak
bisa tidur nyenyak. Heinz, setelah melihat saya, menyarankan agar saya
kalau tidur pakai piyama atau celana training karena jeans bisa menghantarkan hawa
dingin.
Para cewek-cewek juga sudah bangun, dengan berpakaian
lengkap tentunya. Dan ini dia…melihat Denise yang cantik banget di pagi hari benar-benar membuat pagi ini terasa lebih cerah dari biasanya. Walaupun
penampilannya masih kusut karena baru bangun tidur, nggak bisa dipungkiri kalau wajahnya cantik sekali pagi itu.
Kami duduk di meja makan yang ditaruh di teras dan menikmati
sarapan pagi sambil menonton acara Video Hits di TV. Sinar matahari pagi yang
masuk ke kabin kami membuat suasana pagi itu ceria.
Karena terbiasa makan nasi di pagi hari, saya kaget melihat
menu sarapan kita sedikit banget: cuma beberapa potong roti bakar,
butter (mentega susu), telur rebus, dan selai, ditemani dengan teh atau kopi.
Saya penasaran apa menu seperti ini bakal cukup buat perut saya? Saya mencoba
makan sebagian, dan rasanya oke juga. Mungkin tidak benar-benar cukup untuk
mengisi perut, tapi paling tidak memberi energi untuk aktivitas pagi ini.
Setelah sarapan, saya mandi dan kemudian mengepak barang
bawaan saya. Cewek-cewek juga sibuk membersihkan kabin kita, seperti ibu rumah
tangga. Wah, melihat Denise bersih-bersih malah membuat saya makin suka dengan
dia. Mungkin dia kelak bisa jadi seorang istri dan ibu rumah tangga yang baik.
Sewaktu menunggu cewek-cewek menyelesaikan bersih-bersih,
saya dan Heinz pergi sebentar ke supermarket Coles terdekat. Heinz mau membeli
bekal dan juga beberapa peralatan untuk membantu dia selama perjalanan ini.
Saya nggak ingat waktu itu saya beli apa, tapi saya kagum dengan besarnya
ukuran supermarket ini. Besarnya mungkin 2 atau 3 kali supermarket Coles di
dekat rumah Siraj.
Interior supermarket Coles di Bunbury. Foto ini diambil barusan, di tahun 1997 interior supermarketnya tidak seperti ini.
Begitu kembali ke motel, kami langsung menjemput Denise dan
Maria (yang sudah selesai bersih-bersih dan mengepak barang mereka). Kali ini
mereka ganti pakai pakaian yang lebih minimal lagi. Saya nggak ingat baju
seperti apa yang dipakai Maria, tapi saya ingat Denise pakai kaos tanpa lengan berwarna biru,
celana pendek hitam, dan sandal. Dia juga memakai bikini warna putih biru di balik bajunya.
Kami berkendara ke pantai Bunbury melewati pusat kota.
Bunbury adalah daerah metropolitan terbesar kedua di Australia Barat setelah
Perth. Kalau anda pikir Perth itu sepi, Bunbury lebih sepi lagi! Di hari Minggu
pagi cuman ada sedikit orang jalan-jalan. Pusat kota nyaris kosong.
Pusat kota Bunbury dilihat dari atas.
Kami juga mampir di pusat informasti turis untuk tahu lebih
jauh tentang Bunbury dan Margaret River. Waktu melihat gedungnya, saya merasa
kok bentuk gedungnya kelihatan aneh. Heinz berkata kalau gedung ini dulu
adalah stasiun kereta api Bunbury. Stasiunnya ditutup beberapa tahun lalu, dan
sekarang dipakai untuk stasiun bis (baik bis kota maupun bisa antar kota,
termasuk layanan bis feeder perusahaan kereta api Westrail), serta pusat
informasi pelancong. Heinz bilang kalau kota ini sudah nggak dilayani kereta
api, walapun saya tidak yakin mengingat besarnya kota ini.
Bekas stasiun kereta api Bunbury yang sekarang dipakai untuk pusat informasi turis.
Sementara Heinz cari-cari informasi, saya jalan-jalan
keliling gedung dan membayangkan bagaimana sibuknya stasiun ini dulu. Gedung
stasiunnya sendiri masih utuh, lengkap dengan bekas peron penumpang. Walaupun
bekas pelataran langsirnya sekarang jadi taman. Saya yakin waktu lalu lintas
jalan raya belum sebagus sekarang, stasiun ini pasti sibuk dengan kegiatan KA
penumpang dan barang. Sekarang kesibukannya sudah diganti dengan lalu lintas
kendaran yang lain.
Belakangan saya sadar kalau kota Bunbury masih dilayani
kereta api, baik untuk penumpang maupun barang. Stasiun Bunbury lama dulunya
memang pusat transportasi di kota ini.
Pelataran stasiun Bunbury di tahun 1984, atau setahun sebelum ditutup. Gedung stasiun tampak di kiri gambar, sementara KA Australind tujuan Perth siap berangkat di peronnya.
Tapi mungkin karena komplain dari pemerintah kota, atau
mungkin tidak adanya ruang buat perluasan, stasiun kereta api lama ini ditutup
tahun 1985. Aktivitas KA penumpang digeser ke stasiun baru yang terletak 6
kilometer di tenggara stasiun lama, sementara KA barang pindah ke beberapa
terminal KA barang baru yang terletak di utara dan timur kota yang sudah dibangun sejak dekade 1960an dan 1970an.
Setelah mendapatkan informasi yang cukup, kami kembali ke mobil
dan pergi ke pantai Bunbury. Pantai ini salah satu atraksi wisata yang ada di
pusat kota. Heinz bilang kalau tempat ini terkenal karena atraksi melihat ikan
lumba-lumba. Tapi dia juga menambahkan kalau kehadiran ikan lumba-lumba ini
hanya ada di musim tertentu, yang saya tidak ingat kapan persisnya.
Setelah menyeberangi sebuah jalur kereta api yang mangkrak,
kami akhirnya sampai di pantai Bunbury. Pusat informasi melihat lumba-lumba
rupanya tutup, jadi kami memutuskan untuk duduk-duduk sambil melihat pemandangan.
Kali ini mereka ngobrol dengan bahasa Jerman, dan saya tidak ingat apa yang
dibicarakan.
Suasana pantai di kota Bunbury.
Satu hal yang menarik adalah penampilan saya sepertinya
nggak cocok dengan situasi hari itu. Sementara lainnya pakai baju pendek buat
musim semi, saya masih pakai celana panjang dan jaket tebal! Ini kelihatan
konyol, masak saya pakai baju musim dingin sementara lainnya pakai bikini? Tapi
buat saya waktu itu cuacanya masih terasa dingin.
Sementara kita lagi bersantai, Heinz bertemu dengan sepasang
turis dari Swiss di pantai. Mereka adalah sepasang suami istri yang lagi
berbulan madu. Yang laki-laki orang Swiss Jerman, sementara istrinya Swiss
Perancis. Saya bersalaman dengan yang laki, dan cukup terkejut betapa kasar
telapak tangannya! Mungkin karena dia sering kerja keras ditambah hawa kering
dan dingin di Swiss. Kita sempat ngobrol-ngobrol. Begitu tahu saya dari
Indonesia, yang suami bilang kalau sebelum datang ke Australia mereka sempat
bertualang melakukan perjalanan darat dari Jakarta ke Bali, hingga ke Lombok.
Setelah kita selesai menikmati pantainya, kami kembali naik
mobil dan menuju ke selatan ke arah Busselton. Kami berjalan melewati daerah
pedesaan di Barat Daya Australia, yang didominasi padang rumput, tanah
pertanian, serta terkadang daerah hutan. Pemandangannya agak mengingatkan aku
dengan pedesaan di Jawa Timur karena padang rumputnya sekilas mirip sawah. Tapi
yang membedakannya adalah hampir tidak ada orang disini. Beberapa daerah
seperti tidak ada penghuninya. Sampai-sampai kita disarankan untuk menghindari
mogok, karena pertolongan belum tentu lekas datang. Apalagi jaman segitu handphone murah dan jaringan GSM yang memadai belum ada.
Jalan raya antara Bunbury menuju Busselton. Bisa dilihat betapa sepinya daerah ini.
Begitu kita sampai di Busselton, Heinz memperlihatkan ke
kita dermaga Busselton, yang sering dijuluki “dermaga terpanjang di belahan
bumi selatan”. Sayangnya kita tidak mampir ke tempat ini karena yang cewek-cewek
tidak berminat, sementara saya tidak ngeh apa pentingnya tempat ini. Akhirnya
kita jalan terus lagi ke selatan.
Dermaga Busselton yang katanya terpanjang di belahan bumi selatan.
Perjalanan kita untuk mencari pantai akhirnya berhasil
setelah kita menemui sebuah pantai yang sepi di Dunsborough. Saya tidak ingat
nama pantainya, tapi tepiannya berbatu-batu dengan daerah berpasir yang agak
luas di tengah. Mungkin ini pantai Meelup.
Pemandangan pantai Meelup. Kalau nggak salah kita datang ke pantai ini. Sayang waktu itu saya tidak memotret apapun sewaktu kita datang kesini.
Kami memutuskan untuk beristirahan disini sambil menikmati
pemandangan. Begitu kita menepikan mobil, Denise dan Maria mengambil perbekalan
dan turun ke pantai, sementara saya membantu Heinz memarkir mobil.
Sewaktu membantu Heinz memarkirkan mobil, dia meminta saya
membantu dengan cara yang aneh. Kalau umumnya saya membantu dengan melambaikan
tangan untuk memberikan aba-aba sopir saat mundur, Heinz malah meminta saya untuk menggunakan
kedua tangan saya untuk menirukan jarak bemper belakang dengan tembok. Metode
yang tidak lazim, tapi anehnya akurat. Cuman sekali itu saja saya membantu
seseorang parkir dengan cara ini.
Kami turun ke pantai dibawah, dimana Denise dan Maria sudah
mengganti baju mereka dengan bikini yang malah memperlihatkan lekuk tubuh
mereka. Denise menggunakan bikini warna biru dan putih, sementara Maria pakai
bikini warna oranye. Sementara yang orang Swiss pakai pakaian yang pas buat ke
pantai, baju saya malah cocoknya buat ke pegunungan karena saya pakai celana
jeans panjang, jaket panjang, sepatu jogging, dan topi. Penampilan saya kontras
sekali dengan teman-teman Swiss, dan jelas tidak cocok untuk berjemur di
pantai.
Saya sudah sering lihat orang bule berjemur pakai bikini
kalau liburan ke Bali. Karena pikiran saya yang ngeres, saya sering menggoda
(atau digoda) kawan-kawan sekolah kalau mampir ke pantai di Bali. Tapi kali ini
saya sekelompok dengan orang-orang bule itu, dan rasanya beda sekali. Melihat
cewek pakai bikini dari jarak dekat malah membuat saya agak malu-malu. Apalagi
kalau ceweknya kenal dekat dan saya ada perasaan dengannya.
Karena saya tidak begitu menikmati berjemur, saya kembali ke
parkir mobil diatas untuk berteduh. Sementara duduk-duduk di parkir mobil, saya
melihat-lihat ke sekeliling. Tempat ini sepi sekali. Terkadang ada pesepeda
lewat, tapi nggak satupun berhenti. Di seberang jalan ada toilet umum. Walaupun
terletak di tempat agak terpencil, toiletnya bersih dan sangat terawat tanpa
tanda-tanda perusakan vandalisme. Bahkan di situ ada telepon umumnya juga. Saya
iseng mencoba menggunakan telepon ini untuk menelepon kawan saya, Steve, di
Surabaya. Saya cukup kagum betapa bagus sambungannya serta jernihnya kualitas
suaranya.
Selesai menelepon, saya balik kembali ke teman-teman Swiss
saya. Mereka masih tidur dan menikmati berjemur dibawah sinar matahari. Saya
duduk di pasir di sebelah mereka, sambil menikmati pemandangan. Saat saya lagi
asyik menikmati pemandangan, tiba-tiba Heinz terbangun. Dia mengajak saya
membuka baju dan berenang di pantai. Karena waktu itu saya nggak begitu mood
buat berenang, saya menolaknya secara sopan.
Hawanya mungkin dingin buat saya, tapi saya jelas salah
menilai cuacanya. Tanda-tanda hawa makin panas mulai kelihatan. Beberapa
serangga yang biasanya aktif di musim panas mulai bermunculan. Mereka membuat
suara-suara di sekeliling kita. Bahkan ada satu yang nyaris menggigit Heinz,
tapi dia berhasil mengusirnya. Burung-burung camar juga mulai nggak ada.
Puas berjemur, merekapun berenang di pantai. Maria dan
Denise sepertinya menikmati berenang di ombak. Pastinya menyenangkan. Saya
pingin juga bergabung, tapi sayangnya saya nggak bawa baju ganti. Penampilan
saya kelihatan aneh di pantai hari itu.
Selesai main-main di pantai, kawan-kawan saya yang orang
Swiss berpakaian lagi, dan kita melanjutkan perjalanan. Kali ini kami menuju ke arah Dunsborough untuk mencari tempat penginapan. Di jaman itu, Dunsborough
hanyalah kota sepi dengan beberapa hotel murah dan caravan park. Walaupun
tempatnya sudah mulai populer sebagai tujuan wisata, tidak ada hotel mewah di
daerah itu.
Kami berkendara melewati daerah pantai di Margaret River,
ketika tiba-tiba kami melewati tempat yang pemandangannya cakep banget. Kami
memutuskan berhenti sebentar untuk menikmati pemandangan. Begitu memarkir
mobil, kami berjalan ke pantai untuk menunggu matahari terbenam.
Saat lagi bersantai, tiba-tiba saya melihat
pemandangan yang tidak akan saya lupakan sepanjang hidupku. Tiba-tiba saja Denise
naik keatas sebuah batu, dan berdiri diatasnya sambil melakukan gerakan yang
mengingatkan aku dengan pose fotomodel saat sesi foto. Dia mengangkat
tangannya, memamerkan ketiaknya yang bersih dan halus, dan membelai-belai
rambutnya sambil meliuk-liukkan badannya menikmati angin laut yang sejuk di
sore hari itu. Melihat itu saya langsung merasa terangsang. Saya langsung
cepat-cepat ambil kamera dan berusaha memotret dia pas lagi menikmati angin.
Sayangnya, saya cuma dapat satu gambar saja karena gerakan dia cepat
sekali. Jika seandainya waktu itu sudah ada kamera digital, mungkin saya bisa dapat
banyak gambar.
Saya berusaha untuk memotret Denise saat lagi asyik meliuk-liukan badannya saat menikmati angin. Sayang karena kurang cepat, saya cuma dapat satu foto ini.
Begitu matahari terbenam dibawah cakrawala, kami melanjutkan
perjalanan kami mencari tempat penginapan. Kami sempat melihat-lihat beberapa
tempat penginapan disini, dan biasanya Heinz dan Maria yang turun buat
lihat-lihat. Setelah melihat beberapa hotel, akhirnya kami memilih untuk
menginap di sebuah motel yang saya lupa namanya di sebelah tanah lapang dekat kota (kalau nggak salah Dunsborough Lakes Holiday Resort karena tempat parkirnya mirip dengan yang saya ingat dulu).
Tempat penginapan kami kali ini lebih besar dan modern
dibandingkan kabin yang kita tinggali di Bunbury. Ada ruang keluarga, dapur,
meja makan, dua kamar tidur, plus satu kamar mandi. Cewek-cewek tidur di kamar tidur
utama, sementara saya di kamar tidur kecil yang tempat tidurnya bertingkat.
Heinz memilih untuk tidur di sofa di ruang keluarga.
Begitu kita selesai menaruh barang kita, kami langsung mandi
dan bersih-bersih, sebelum menyiapkan makan malam. Menunya mirip dengan malam
sebelumnya, hanya kali ini Heinz yang memasak nugget ikannya. Berhubung dia
nggak pandai memasak, ikannya jadi agak gosong. Dan karena tidak ada kompor barbeque
di luar, semua makanan dimasak di dapur dalam.
Kami duduk mengelilingi meja sambil menikmati makan malam
kami. Rasanya kurang lebih mirip seperti kemarin, hanya ikannya nggak seenak
kemarin (salahnya Heinz sih). Kita kadang-kadang menyela makan malam dengan
ngobrol-ngobrol. Saya nggak ingat apa yang kita bicarakan waktu itu. Susah buat
saya untuk mengingat detail pembicaraan yang terjadi 23 tahun yang lalu.
Menikmati makan malam di hotel kami di Dunsborough. Ekspresi muka saya yang aneh, lengkap dengan simbol jempol terjepit adalah gara-gara saya masih agak horny setelah melihat ulah Denise meliuk-liukan badannya di pantai tadi sore.
Selesai makan malam, kawan-kawan saya yang orang Swiss ingin
pergi ke pub malam itu. Karena saya tidak suka pub atau klub malam, saya
memilih untuk tinggal di hotel. Kalau nggak salah hotelnya tidak ada TV, jadi
satu-satunya hiburan buat saya malam itu hanyalah mendengarkan Walkman saya. Setelah
mereka pergi, saya masuk ke kamar tidur dan berusaha untuk tidur. Karena
hawanya dingin, agak sulit buat saya untuk berusaha tidur nyenyak. Walaupun
lampunya saya matikan dan saya memakai selimut, ya masih susah juga untuk tidur
nyenyak.
Sekitar sejam atau dua jam setelah saya menggeletak di
tempat tidur, samar-samar terdengar suara orang mendekat ke pintu depan kabin
kita. Tadinya saya sempat merasa curiga, tapi begitu mendengar mereka berbicara
pakai dialek Swiss Jerman, jelas kawan-kawan baru kembali dari pub.
Seperti halnya kemarin, mereka juga duduk dan ngobrol
sebelum tidur, di beranda depan. Karena saya tidak ikut nimbrung, otomatis
mereka ngobrol dalam bahasa Jerman. Pas mereka asyik ngobrol, saya tiba-tiba
tertidur pulas.
Tapi cerita hari itu nggak berakhir disini. Malam-malam pas
lagi tidur, tiba-tiba saya terbangun karena kebelet pipis. Karena masih
mengantuk, saya kesulitan bangun dari tempat tidur dan berjalan terhuyung-huyung
menuju kamar mandi. Karena masih setengah sadar, saya tidak terasa mendorong
pintu kamar saya terlalu keras hingga membanting pintu kamar tidurnya Denise
dan Maria. DUARRR!!!! Saya sempat melihat Heinz tiba-tiba terbangun.
Cewek-cewek yang di dalam pasti juga terbangun. Saya langsung cepat-cepat ke WC
untuk buang air, dan setelah itu perlahan-lahan menutup pintu sebelum kembali
ke tempat tidur untuk melanjutkan tidurku.
Cukup luar biasa juga bahwa kawan Swiss ku nggak langsung meributkan
insiden tadi. Mungkin mereka sendiri juga capek sekali.
The Casino Site - LuckyClub
BalasHapusThe Casino site: · BetVictor Casino · luckyclub Betvictor Casino · Ladbrokes Casino · BetVictor Casino · Lucky Days Casino · BoyleSports Casino.