Pas tanggal kepulangan saya ke Indonesia makin dekat, orang
tua saya datang untuk menjemput saya dari Australia, serta membantu saya
mengurangi beban bagasi penerbangan pulang. Saya ingat hari Sabtu malam setelah
ujian IELTS, saya dan Siraj pergi ke bandara untuk menjemput orang tua saya.
Siraj waktu itu tengah libur, jadi kita pergi dengan mobil
pribadinya. Selama perjalanan Siraj bertanya “Kamu pasti senang ya bisa
ketemu orang tuamu lagi. Kamu pasti kangen mereka.” Saya dengan perlahan
menjawab “Ya”. Sejujurnya, perasaan saya campur aduk. Setelah hampir 6 bulan
tinggal bebas sebagai orang dewasa, saya akan kembali lagi jadi “anak mami”.
Kami akhirnya sampai di bandar udara Perth. Walaupun malam
sudah larut, dan jalanan mulai sepi, terminal bandaranya lumayan sibuk. Ada
banyak orang menunggu di terminal, umumnya mereka menunggu penerbangan dari
Bali. Walaupun Bali sangat populer bagi orang Australia, mayoritas penerbangan
dari Bali datang di malam hari. Baik Garuda maupun Qantas datang menjelang tengah malam,
sementara airline lain seperti Ansett, Sempati, atau Merpati datang di waktu
yang berbeda (saya lupa persisnya jam berapa).
Bandar udara internasional Perth di malam hari.
Orang tua saya datang dari Surabaya, dan transit di Bali,
sebelum terbang ke Perth pakai Qantas. Alasan mereka naik Qantas adalah karena
saya sudah beli tiket Qantas, bukannya Garuda, buat pulang karena saya pingin
merasakan bagaimana rasanya terbang dengan “airline nya orang bule”. Jadi kami
akan terbang bareng saat kembali ke Bali.
Sekitar jam 11an, penerbangan orang tua saya akhirnya
mendarat di Perth. Setelah menunggu 30 menit lebih untuk melewati imigrasi dan
pabean, serta mengambil bagasi, mereka akhirnya masuk ke balai penyambutan. Ibu
saya benar-benar senang akhirnya bisa ketemu saya lagi setelah 6 bulan. Orang
tua saya kaget karena saya tambah gemuk, dan rupanya saya sekarang berjanggut!
Mereka juga bersalaman dengan Siraj dan bertanya bagaimana saya selama di
rumahnya.
Begitu naik mobil, kami langsung berangkat menuju ke Pacific
Motel dimana orang tua saya akan tinggal.
Kedua orang tua saya di depan Pacific Motel di Highgate, bulan Desember 1997.
Selama perjalanan, ibu saya bercerita tentang bagaimana
kocaknya pelayanan pramugari dan pramugara Qantas. Ibu bercerita tentang
bagaimana awak kabin membuat lelucon saat melayani tamu, atau melempar bungkus
kacang dari satu krew ke krew lain seperti melempar bola di pertandingan rugby.
Ini kontras dengan pelayanan Garuda yang membosankan dan konservatif waktu itu.
Malam itu, orang tua saya akan tidur di hotel sementara saya
masih tetap tinggal di rumahnya Siraj. Mereka berkata kalau besok mereka akan
datang ke rumahnya Siraj untuk melihat lihat, dan kemudian kita akan
jalan-jalan keliling kota. Setelah mereka check in ke hotel, saya dan Siraj
kembali ke rumah dimana setelah kita sampai kita langsung masuk ke kamar tidur
masing-masing.
Paginya, setelah sarapan, orang tua saya datang dan mengetuk
pintu. Begitu pintu dibuka Siraj dan sekeluarga menyambut mereka. Ibu saya
cukup gemas melihat Suhail dan Shimla yang masih kecil dan lucu-lucunya. Ini pertama kalinya ibu saya datang ke
rumahnya Siraj, sementara kedua kalinya buat bapak saya. Bapak saya juga kaget
karena Wahyu* menyambut mereka. Bapak saya tanya dimana Dani* dan Erick*
sekarang, dan kami menjawab kalau mereka sudah lama pindah. Ibu saya juga
tertarik dengan fakta kalau Wahyu* berasal dari Solo, karena keluarga besar ibu
dari sana.
Begitu kami semua duduk, kitapun ngobrol-ngobrol di ruang
tengah. Bapak saya bertanya ke Siraj bagaimana perilaku saya selama tinggal di
rumahnya. Siraj berkata kalau saya baik-baik dan sangat sopan. Dia juga
bercanda tentang kebiasaan saya menguasai remote TV atau menonton film dewasa
di TV. Bapak saya membalasnya dengan bercanda mengenai kebiasaan saya melihat
jalur kereta api kalau kita berpergian ke luar kota dari Surabaya (walaupun saat
itu hobby railfans saya lagi tidak aktif), dan juga kecenderungan saya sebagai
pendiam. Tapi Shahjehan membela saya, dan mengatakan kalau selama saya tinggal
disini saya cukup banyak berbicara.
Setelah ngobrol-ngobrol, Siraj menunjukkan sekeliling rumah
ke orang tua saya. Sejujurnya, hari itu keadaan rumah cukup berantakan. Keadaan
rumah yang yang semrawut membuat ibu saya gatal ingin membersihkan rumah itu.
Sampai-sampai ibu saya bilang kalau seandainya bisa tinggal lebih lama, dia
akan membersihkan semuanya.
Selesai lihat-lihat rumah, saya dan orang tua saya pergi ke
kota untuk jalan-jalan. Setelah pamit dengan Siraj sekeluarga, kami mulai
jalan-jalan ke kota. Pertama-tama kita jalan dulu ke arah kampus. Ibu saya
benar-benar mengagumi banyaknya taman di Perth.
Bersantai bersama orang tua di Hyde Park, Perth, hari Minggu tanggal 7 Desember 1997. Ibu saya mengagumi betapa rimbunnya taman ini serta daerah perumahan di sekelilingnya, padahal lokasinya dekat sekali dengan tengah kota. Suatu hal yang mustahil di Surabaya waktu itu.
Ibu saya berkata bahwa kalau seandainya walikota Surabaya
melihat seperti ini, dia bakal senang sekali dan akan langsung menjual tanah
untuk taman ini ke developer! Waktu itu, walikota Surabaya adalah figure korup
dan kontroversial yang suka menjual tanah pemkot atau tanah kosong di sekitaran
Surabaya ke developer untuk dijadikan daerah komersial, sementara banyak uang
penjualannya masuk ke rekening pribadinya.
Kami juga foto-foto di depan kampus. Hari itu hari Minggu,
dan tempatnya kosong melompong. Dari sana kita akan naik kereta api ke Fremantle dari stasiun East Perth.
Kami berjalan agak jauh, dibawah sinar matahari yang panas, melalui daerah
perumahan Mount Lawley. Kedua orang tua saya mengagumi betapa sepi dan rapinya
daerah perumahannya, walaupun lokasinya dekat dengan pusat kota dan stasiun
kereta api besar.
Setelah menyeberangi jalan Lord Street, kami masuk ke
kompleks stasiun East Perth yang besar. Kereta api Indian Pacific dan
Prospector baru saja berangkat sebelum kami sampai, jadi masih ada sisa-sia
keramaian hari ini. Ada segerombolan karyawan kereta api yang meringkasi
perlengkapan mereka, atau pengantar yang masih di stasiun. Kalau tidak ada
kereta api Indian Pacific, stasiun ini biasanya sepi sekali. Paling-paling yang
ada hanya pegawai penjual tiket atau beberapa petugas kebersihan.
Kami berjalan menuju peron kereta perkotaan East Perth, di
sebuah peron terpisah di seberang jalur kereta api utama di stasiun East Perth.
Ibu saya cukup kagum bagaimana mesin penjual tiket otomatis bekerja. Saya juga
menjelaskan ke bapak saya kalau tiket yang dijual di mesin otomat bisa dipakai
untuk naik bis.
Ada sebuah insiden kecil saat kami menunggu kereta kami datang. Tiba-tiba saja ada orang mabuk yang datang dan bertanya dengan nada kasar ke kita tentang jadwal kereta ke Midland. Sayapun menjawab ala kadarnya, agar dia lekas pergi. Untungnya dia lekas menyingkir ke sisi lain peron stasiun. Namun tiba-tiba orang itu muntah-muntah dengan deras di peron sisi lain. Walaupun kita tak melihat kejadiannya karena tertutup tembok, suara muntahannya yang deras cukup membuat kita semua jijik.
Ada sebuah insiden kecil saat kami menunggu kereta kami datang. Tiba-tiba saja ada orang mabuk yang datang dan bertanya dengan nada kasar ke kita tentang jadwal kereta ke Midland. Sayapun menjawab ala kadarnya, agar dia lekas pergi. Untungnya dia lekas menyingkir ke sisi lain peron stasiun. Namun tiba-tiba orang itu muntah-muntah dengan deras di peron sisi lain. Walaupun kita tak melihat kejadiannya karena tertutup tembok, suara muntahannya yang deras cukup membuat kita semua jijik.
Hari ini kami akan menuju ke Fremantle, jadi dari East Perth
kita cuma tinggal duduk santai dan menikmati perjalanan hingga Fremantle. Ibu
saya cukup terkesan dengan betapa bersih dan nyaman KRL perkotaan di Perth.
Walaupun MRT di Singapore (yang kami naiki di tahun 1994 dan 1995) sama bersih
dan rapinya, keretanya Transperth ada kursi yang menghadap depan dan belakang
yang membuat perjalanan lebih nyaman lagi.
Sayangnya, perjalanan tamasya kami selesai lebih awal dari
yang direncanakan. Begitu sampai di stasiun Perth, masinis mengabarkan melalui
pengeras suara kereta kalau layanannya habis disini dan penumpang harus naik bis pengganti kereta di depan stasiun. Saya tidak ingat kenapa kok
jalur ke Fremantle waktu itu ditutup. Akhirnya kami turun dari kereta dan
menuju ke area parkiran di depan stasiun, dimana bis pengganti menunggu. Bisnya
menggunakan bis gandeng. Karena jumlah penumpang sedikit,
satu bis cukup untuk menampung semua penumpang tujuan Fremantle.
Karena bisnya menggantikan layanan kereta api, dia berjalan
melewati rute yang lebih panjang dan tidak langsung, karena dia harus mampir ke
semua stasiun di jalur kereta api Fremantle. Beberapa stasiun terletak lumayan
jauh dari jalan utama Perth-Fremantle, jadi perjalanan kami terasa lama sekali.
Ditambah hawa musim panas, dan tidak bisnya tidak ber-AC, perjalanan ini terasa tidak
nyaman.
Sewaktu bis kita lewat dekat pelataran langsir kereta api
barang di Leighton, saya melihat ada rangkaian kereta pengangkut gandum ditarik
lokomotif berwarna hijau dengan hidung miring. Sewaktu melihat lokonya, saya
tiba-tiba teringat bahwa itu mirip loko yang biasanya muncul di brosur iklan
kereta api Indian Pacific. Belakangan saya mengerti kalau itu adalah lokomotif
kelas EL, dan saya bersyukur sekarang punya model kereta apinya yang dicat
dengan warna Australian National Railway seperti saat saya lihat waktu itu.
Lokomotif kelas EL menarik rangkaian kereta api The Ghan di kota Adelaide. KA Indian Pacific rangkaiannya mirip seperti ini, hanya tidak ada stripping oranye di tengahnya.
Bis kami akhirnya sampai di stasiun Fremantle, dan kita
mulai jalan-jalan ke arah jalan Market Street, sambil menikmati pemandangan
tengah kota yang ramai. Kami juga mampir ke pasar Fremantle yang ramai. Saya
ingat orang tua saya membeli banyak permen dan cinderamata buat oleh-oleh di
rumah. Kami juga sempat pertunjukan seniman jalanan di depan pasar yang
ditonton banyak orang.
Dari pasar, saya mengajak orang tua saya melihat penjara
Fremantle. Mereka awalnya heran ngapain kita mampir ke penjara? Mereka belum
pernah melihat atraksi wisata seperti itu sebelumnya. Tapi sewaktu saya bilang tempatnya
menarik untuk dikunjungi, mereka pun setuju untuk mampir ke penjara Fremantle.
Berpose bersama di depan penjara Fremantle.
Saya tidak usah menjelaskan secara detail kunjungan kita,
karena sudah di bagian terdahulu. Ini ketiga kalinya saya datang kesini, tapi
pertama kalinya buat orang tua saya. Kunjungan ini membuka pandangan orang tua
saya tentang bagaimana orang Australia bisa membuat penjara menjadi tempat
tujuan wisata berkelas. Bukannya takut, mereka sangat menikmati kunjungan ini.
Waktu itu ada penjara tua yang seumuran di Surabaya, namanya
penjara Kalisosok, yang tidak ada rencana untuk dipreservasi. Bahkan setelah
tutup tahun 2000 silam, penjara ini sekarang mangkrak. Apalagi waktu itu
Surabaya adalah kota yang kusam dan tak ramah turis. Begitu melihat bagaimana
orang Australia bisa mengelola penjara Fremantle jadi tujuan wisata terkenal,
kita membayangkan andai penjara Kalisosok bisa dibuat seperti ini.
Sewaktu kita lagi menyusuri penjara Fremantle
dengan group kita, tiba-tiba saya mendengar suara klakson lokomotif dan gemuruh
kereta api lewat di kejauhan. Ini pasti lokomotif EL yang menarik rangkaian
kereta api gandum tadi. Saya pikir seandainya waktu itu saya tidak lagi membawa
orang tua saya keliling, saya mungkin bakal memotret lokomotif itu. Itu
ternyata satu-satunya kesempatan saya melihat lokomotif itu. Saya tidak pernah
melihatnya lagi setelah itu.
Selesai tour keliling penjara Fremantle, kami kembali ke
pusat kota untuk lihat-lihat dan sedikit belanja sebelum kembali ke Perth. Kami
juga sempat keliling-keliling di kota Perth, termasuk mengunjungi lorong London
Court Arcade dengan desain arsitekturnya yang membuat kagum ibu saya. Kita juga
membeli beberapa oleh-oleh buat keluarga dan sanak saudara di Surabaya.
Belanja di London Court Arcade di pusat kota Perth.
Saya juga mengajak orang tua saya ke King’s Park dimana ibu
saya puas bisa melihat pemandangan seluruh kota dari atas. Beliau kagum dengan
kunjungan ini serta bagaimana rapinya kota Perth.
Menikmati pemandangan kota Perth dari atas bukit di King's Park.
Selesai jalan-jalan di kota kami balik kembali ke Pacific
Motel. Mala mini kita akan tinggal bersama di hotel. Saya sudah membawa banyak
baju buat menginap serta mengabari Siraj kalau saya malam ini akan menginap
dengan orang tua saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar